Setiap orang punya masanya sendiri untuk di lupakan kemudian melupakan, untuk berjuang kemudian mengacuhkan.
Setiap orang memiliki waktu untuk memperjuangkan apa yang menjadi harapannya, namun tidak semua harapan itu bak gayung bersambut, tidak semua usaha yang sudah berdasarkan niat ikhlaspun bisa tercapai.
Memperjuangkan perasaan kepada seseorang yang hampir bisa di katakan tidak memberikan sinyal apapun sungguh tidak mudah, apalagi bagi seseorang perempuan yang hanya mampu berdiam dan tak mampu mengungkapkan perasaannya.
Dia yang sebenarnya tahu segala perasaanku, dia yang sebenarnya mengerti betapa sulitnya aku berjuang untuk bisa masuk dalam hatinya namun ia hanya terus bertopeng keacuhannya. Dia hanya terus bersikap seolah-olah kita hanya insan biasa, kawan lama.
Setahun bukan waktu yang sebentar kan? Aku berjuang tertatih-tatih untuknya, hanya sekedar ingin mendapatkan perhatiannya, mendapatkan sedikit ruang teristimewa di hatinya namun ia juga tetap bertahan dengan perasaannya sendiri, ia masih nyaman dengan status sendirinya, ia hanya terus memilih untuk dekat dengan banyak wanita di sampingnya tanpa terikat suatu status.
Aku tahu semuanya, siapapun yang dekat dengannya, wanita siapapun itu demi apapun aku cemburu, iya. Aku egois karena mereka mampu merebut segala perhatiannya. Namun siapa aku? Tidak memiliki hak apapun untuk cemburu apalagi marah. Aku hanya yang pernah ia istimewakan sedikit dari wanita-wanita lain yang kini sudah tidak seistimewa itu lagi.
Mengapa hingga setahun berlalupun aku masih bertahan berhenti pada titik ini? Titik dimana tetap tidak ada yang bisa aku lakukan selain melihat tingkahnya dari jauh sini, aku hanya tahu apa yang ia lakukan namun aku tidak pernah bisa melakukan apapun. Kadang aku mencoba untuk memberikan lagi perhatianku padanya namun ia hanya menganggapnya biasa. Satu hal yang pernah membuatku bisa bertahan hingga satu tahun lamanya, ya, kawanku pernah bilang bahwa ia pernah sangat menginginkanku dulu, enam tahun yang lalu diwaktu aku dan dirinya masih belum benar-benar sedekat ini, ketika perasaanku masih biasa saja padanya. Bodohkah aku? Padahal ia pun tak pernah mengatakan apapun padaku, lalu apa yang bisa membuatku kuat menunggu selama dan setolol ini?
Ia tidak pernah tahu, bagaimana namanya selalu aku banggakan di depan teman-temanku, ia tak tahu betapa namanya sudah sangat bosan kawan-kawanku dengar. Aku hanya punya namanya untuk aku ceritakan pada kawan-kawanku tatkala kawan-kawanku bercerita tentang kekasih mereka dengan bahagianya, lalu aku menceritakannya sebagai seseorang yang berhasil mengganggu pikiranku selama satu tahun terakhir ini, walaupun ia bukan kekasihku. Lalu, kawan-kawanku hanya selalu tertawa seakan mengejekku yang dengan bodohnya menunggunya namun aku dengan senyuman ku katakan pada kawan-kawanku bahwa aku hanya ingin mencintainya semampuku hingga rasa ini hilang dengan sendirinya tanpa pernah aku coba memaksa perasaan ini untuk hilang, aku hanya ingin menyelesaikan ujian cinta ini sampai selesai sampai aku mampu menyimak cerita ini dengan akhir yang bahagia ataupun terluka.
Setelah akhirnya satu tahun aku berjuang untuknya, entah perasaanya masih saja sama atau bagaimana yang pasti selama satu tahun ini namanya adalah trending topic paling indah dalam pikiranku, ia sangat berhasil mengganggu hari-hariku tanpa jeda, dan ia juga mampu mengganggu obrolanku dengan tuhan hanya untuk membicarakannya dalam setiap sujudku.
Lalu, pengorbanan yang bagaimana lagi yang ia harapkan dariku? Tidakkah ia memiliki perasaan yang sama denganku? Atau aku terlalu berlebihan memperjuangkannya?
Mungkin baginya aku hanya wanita gila yang terus menggangu hidupnya selama satu tahun belakangan ini, namun wanita gila ini tidak pernah melewatkan namanya dalam setiap doa yang ia panjatkan kepada Tuhannya. Ingatlah ketika nanti akhirnya ia memilih wanita lain untuk jadi pendampingnya, katakan padaku apakah ia mampu berjuang sedalam aku berjuang untuknya? Katakan apakah ia selalu menyebut namanya dalam setiap doanya kepada Tuhan?
Dulu kukira cinta ini simpel, asal kita suka pasti kita bahagia. Namun, ternyata cinta yang sebenarnya semelelahkan ini, harus ada kata menunggu untuk hal-hal bodoh yang kita kira cinta.Ketololan yang kita sebut bahagia.