Terimakasih tuan untuk segala pengacuahanmu, kini aku sadar bahwa aku harus melangkah lebih jauh darimu :)

Monday, August 3, 2015

Sudah benarkah jalan kita?

Perjalanan panjang memang tak pernah menjajikan aspal yang selalu mulus, kadang kamu memang harus melewati jalan bebatuan untuk mengajarkanmu tangguh. Perjalanan yang bisa dikatakan sudah tidak sebentar bukan berjalan tanpa terpaan. Menyadari bahwa setiap pohon yang bertumbuh tinggipun harus melewati kerasnya hantaman angin dan badai. Perjalanan kita mungkin sudah bisa dikatakan adalah perjalanan yang bukan hanya untuk sekedar perjalanan menghilangkan penatbukan pula perjalanan persinggahan.Tentunya perjalanan kita ini berharap memiliki tujuan, memiliki satu labuhan yang sama. Menyatukan waktu dan menghabiskannya berdua.

Hampir menginjak angkan sebelas di bulan ke delapan aku selalu berharap ujung kita adalah sama. Aku tidak lagi ingin berjalan-jalan santai, aku ingin digenggam tanganmu dan berjalan lebih lama. Kadang harapan-harapan kecil mulai kugantung satu persatu di depan jendela kamarku, hingga setiap aku membuka mata aku tahu ada banyak harapan yang seharusnya ku gapai.

Namun menuju ke langkah ke delapan ini keraguan mulai perlahan membayangi seakan menarikku untuk berjalan lambat, memikirkan lagi langkah-langkahku selanjutnya. Kamu, kufikir akan mampu membuatku yakin untuk terus berada pada jalan ini, bersama. Namun, kamu hanya memintaku untuk tetap disini tanpa mencoba untuk membuatku yakin bahwa jalan yang kita pilih ini sudah benar. Kamu, justru terlalu asyik sendiri, menikmati langkahmu seakan kau berjalan sendiri. Aku bukan ingin merajuk, sungguh aku hanya perempuan biasa yang lemah ketika terjebak dalam lembah kerinduan dan kamu terus membuta tak ingin mencoba mengerti perempuanmu ini rindu.

Coba pikirkan lagi, bagaimana aku akan meyakini jalan kita pabila untuk menenangkan kekalutanku saat aku merindu saja kamu masih terus remidi? Aku ini wanita perengek yang tidak bisa didiamkan saja bahkan ketika merindu. Aku adalah si kalah atas rindu dalam bentuk apapun itu. Aku si rapuh yang tak pernah bisa membiarkan setitik rindumu menguap. Jangan terus menyuruhku mengalah akan kesibukanmu, akupun bisa cemburu dengan sibukmu. Jangan memintaku terus mentolerir jarak kita, sungguh seharusnya kamu bisa lekas memangkasnya.

Padamu, masihkah kamu ingat caranya mengenggam tanganku ketika aku ragu?